Bekerja adalah sunah (jalan hidup yang ditempuh oleh) para Nabi, mereka mengajarkan kepada umat bahwa tawakal adalah bekerja dan berusaha, berdoa serta bersandar kepada Allah. Inilah salah satu wujud dari takwa kepada Allah dan pengamalan ruh tauhid. Tawakal berarti menempuh sebab-sebab yang Allah izinkan, tidak berpangku tangan menunggu rezeki yang telah Allah tetapkan, sambil terus memohon kepada-Nya rezeki yang barakah. Yaitu, rezeki yang mendatangkan banyak kebaikan, berbuah kemanfaatan di dunia dan akhirat bagi diri sendiri dan orang lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits,
” tidaklah seorang pun memakan makanan yang lebih baik dari hasil kerja tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud dahulu makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” [H.R Al Bukhari dari sahabat Miqdam bin Ma’dikarib Radhiyallahu ‘anhu].
Dalam hadits ini disebutkan Nabi Dawud secara khusus karena beliau adalah seorang khalifah di muka bumi, yang sebenarnya tidak perlu berusaha sendiri. Namun, hal ini tidak menghalangi beliau mencari yang paling utama. Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/306).
Kemuliaan dan status sosial bukanlah halangan untuk bekerja, bahkan dengan makan dari keringat sendiri, mencari rezeki yang barakah justru sebagai keutamaan yang akan meninggikan kedudukannya di dunia dan akhirat.
Di antara tanda rezeki yang barakah adalah berlandaskan niat yang benar dan takwa kepada Allah dalam pencariannya. Berniat untuk melaksanakan kewajiban memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap penggembala tentang gembalaannya, ia jaga atau ia sia-siakan. Sehingga seseorang akan ditanya tentang pertanggungjawabannya terhadap keluarganya.” [H.R. Ibnu Hibban dari sahabat Al Hasan Radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At-Targhib].
Bahkan, siapa yang menyia-nyiakan dan menelantarkan keluarganya akan menanggung dosa, sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan, dari sahabat Abdullah Bin Amr Radhiyallahu ‘anhu,
”cukuplah sebuah dosa bagi seseorang yang menyia-yiakan orang yang berada dalam tanggungannya.” [H.R. Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih At Targhib].
Sebaliknya, nafkah yang diberikan kepada keluarga akan dinilai sebagai sedekah. Bahkan seteguk air minum yang diberikan akan bernilai pahala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” sesunggunya seseorang memberi air minum kepada istrinya, ia akan diberi pahala.” [H.R. Ahmad dari sahabat Al Irbat bin sariyyah Radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib].
Seseorang yang bekerja dalam rangka mengamalkan bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, dengan niatan-niatan yang baik, memperhatikan batasan-batasan Allah dalam mencarinya, hati-hati dalam mencari peluang usaha, tidak mudah tergiur dan silau dengan kemegahan dunia, selalu menjaga diri dan menjauhi perkara yang diragukan kehalalannya dalam agama, kemudian selalu berdoa dan berusaha, maka Allah memberkahinya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda,
” Dunia ini manis dann hijau. Siapa yang menggambilnya dengan cara yang benar maka akan diberkahi. Berapa banyak orang yang tenggelam dalam dunia, tenggelam dalam nafsunya, ia tidak mendapatkan bagian pada hari kiamat kecuali neraka.” [H.R. At Thabarani, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Sahih At Targhib].
Allah Ta’ala juga akan membukakan pintu rezeki baginya,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” [Q.S. At Thalaq:2,3].
Dengan takwa pula Allah Ta’ala akan membukakan pintu barakah,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [Q.S. Al A’raf:96].
Di antara tanda rezeki yang barakah adalah Allah mudahkan dalam pengaturan dan penyalurannya pada tempatnya, baik pembelanjaan yang hukumnya wajib maupun yang sunah. Dia bisa mengalokasikan uang dengan tepat, tidak terlalu ketat atau cenderung pelit dalam mengeluarkan uang, tidak pula berlebih-lebihan sehingga boros dan sia-sia.
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” [Q.S. Al Furqan:67].
Dalam ayat yang mulia ini Allah memuji orang yang bijaksana dalam mengatur keuangannya. Bahkan Allah mencela sifat boros. Cukuplah sebagai celaan, Allah sebutkan orang yang demikian sebagai saudara syaithan. Syaithan yang tidaklah mengajak kecuali kepada akhlak yang jelek, apabila seseorang lolos dari bujuk rayunya untuk kikir, maka syaithan akan menyeretnya kepada sikap boros dan berlebih-lebihan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا * إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Janganlah kalian menghambur-hamburkan (hartamu) secara berlebih-lebihan. Sesungguhnya orang yang menghambur-hamburkan itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.” [Q.S. Al Isra`:26,27].
Di antara ciri rezeki yang barakah adalah dipergunakan untuk berbuat baik terhadap sesama. Senang memberi hadiah kepada tetangga, gemar bersedekah, membantu orang yang kesulitan, lunak dalam muamalah jual beli, memberi tenggang kepada orang yang terlilit hutang dan yang lainnya. Sebagaimana Allah menganjurkan dalam salah satu ayat-Nya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan janganlah kalian melupakan kelebihan harta untuk berbuat baik terhadap sesama kalian. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kalian kerjakan.” [Q.S. Al Baqarah:237].
Setelah Allah menghasung untuk berbuat kebaikan antara sesama, Allah menutup ayat ini dengan penyebutan sifat kesempurnaan-Nya yaitu Maha Melihat, artinya Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan ini, Allah akan mencatat dan akan membalasinya. Allahua’lam. [Ustadz Farhan].
Leave a Reply