Pembaca Tashfiyah, telah kita ketahui bahwa syariat Islam berlaku bagi setiap mukallaf, mereka yang terbebani syariat. Ada beberapa golongan orang yang belum masuk dalam kategori mukallaf, salah satunya adalah anak yang belum mencapai usia baligh.
Ya, memang anak kecil yang belum baligh belum dibebani hukum syariat. Walau demikian keadaannya, bukan berarti kita membebaskan mereka berlaku semaunya. Justru kita sebagai orang tua, dituntut untuk senantiasa mengajari dan mendidik mereka agar mengenal dan terbiasa dengan ajaran Islam. Inilah salah satu tanggung jawab kita para orang tua.
Kendati begitu besar tanggung jawab tersebut, kita saksikan banyak orang tua yang nampaknya belum melaksanakan hal ini. Bahkan amat disayangkan, mungkin karena kurangnya ilmu mereka, tak sedikit orang tua yang justru mengajari anak untuk melanggar ajaran agama. Pernah kita mendengar anak kecil di bawah umur sudah kecanduan rokok. Atau di antara mereka ada yang berbuat asusila karena terpengaruh tontonan yang biasa ia lihat di rumahnya. Banyak juga yang terbiasa berdusta, curang dan perbuatan tercela lainnya. Semoga Allah melindungi kita dan anak keturunan kita dari perbuatan buruk tersebut.
Tentunya semua tindakan buruk anak tidak lepas begitu saja dari perbuatan orang tuanya. Bisa jadi hal itu akibat pengajaran dan contoh buruk dari orang tua. Tahukah mereka, kalaulah anak-anak tidak berdosa karena belum mukallaf, maka dosa itu ditanggung mereka yang mengajarinya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ مُخَمِّرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ مُسْكِرًا بُخِسَتْ صَلاَتُهُ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ ». قِيلَ وَمَا طِينَةُ الْخَبَالِ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ « صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ وَمَنْ سَقَاهُ صَغِيرًا لاَ يَعْرِفُ حَلاَلَهُ مِنْ حَرَامِهِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ
“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan haram (hukumnya). Barang siapa yang minum sesuatu yang memabukkan maka shalatnya selama 40 pagi tidak diterima. Apabila dia bertobat maka Allah akan menerima tobatnya. Namun jika ia kembali mengulangi sampai keempat kalinya maka Allah berhak untuk memberinya minum dari thinatul khabal.’ Ditanyakan kepada beliau, “Apakah thinatul khabal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Nanahnya penduduk neraka. Dan barang siapa meminumkan khamr kepada anak kecil, sementara anak kecil tidak tahu mana yang halal dan yang haram, maka Allah berhak memberinya minum dari thinatul khabal.” [H. R. Abu Dawud dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 2039]
Ibnul Qayyim berkata dalam kitab beliau Tuhfatul Maudud, “Dan hendaknya orang tua menjauhkan anak (laki-laki, red.) dari pakaian sutra, karena hal itu bisa merusak anak dan mengeluarkannya dari tabiatnya. Sebagaimana perbuatan liwath (homo), minum minuman keras, pencurian dan berdusta (juga merusak anak-anak). Rasulullah n telah bersabda (yang artinya), “Diharamkan sutra dan emas bagi laki-laki dari kalangan umatku, dan dihalalkan bagi kaum wanitanya.” Anak-anak, walaupun mereka belum mukallaf, namun walinya adalah mukallaf. Sehingga tidak halal bagi wali untuk membiarkan anaknya melakukan perbuatan haram. Karena (jika orang tua membiarkan hal itu) berarti dia telah membiasakan anak melakukannya dan mempersulit anak untuk berhenti dari perbuatan tersebut (apabila telah menjadi kebiasaan). Inilah yang paling benar dari dua pendapat ulama.”
Sehingga, sebagaimana pada umumnya orang tua sangat menjaga anak-anak dari hal-hal yang buruk bagi kesehatan fisik mereka, ternyata kita harus lebih menjauhkan mereka dari hal-hal yang buruk bagi akhirat mereka. Yaitu dari perbuatan-perbuatan yang melanggar syariat. Allahu a’lam bish shawab.
[Ustadzah Ummu Umar]
[…] Sumber: http://tashfiyah.com/menjauhkan-buah-hati-dari-maksiat/ […]