Sebelum dilanjutkan, kami pertegas kembali bahwa latar belakang tulisan ini adalah murni karena kecemburuan kami terhadap pendangkalan akidah. Semata-mata karena sebuah kepedulian kepada saudara-saudara kami. Hanya sebatas memberikan nasihat untuk segenap pembaca. Bukan bertujuan politik tertentu, membela satu pihak dan memojokkan pihak lain. Sekali lagi, karena Allah, agama Allah dan kaum muslimin secara umum.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah kelam komunis dan komunisme di belahan dunia, termasuk Indonesia. Seorang mukmin tidak terperosok pada lubang yang sama. Jadilah mukmin cerdas, yang bisa mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang ada, termasuk yang terjadi pada diri kita. Allah berfirman (artinya), “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” [Q.S. Al-Hasyr:2] Rasulullah juga bersabda dalam hadis Abu Hurairah, “Seorang mukmin tidak akan tersengat hewan berbisa sebanyak dua kali dari satu lubang yang sama.” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]
Pembaca, di Indonesia sebagian orang menyangka bahwa gerakan komunisme telah mati. Asumsi ini didasarkan pada diberangusnya partai berlogo palu arit. Hal ini diperkuat dengan keluarnya Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966. Tap MPRS tersebut melarang Partai Komunis Indonesia dan ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme. Melalui Kejaksaan Agung berbagai buku yang menyuarakan ajaran komunisme juga dilarang. Apakah paham anti-Tuhan ini memang benar-benar telah punah? Sulit untuk menjawabnya. Sebab, secara resmi PKI memang sudah tidak ada. Tokoh-tokoh komunis juga sudah tiada.
Kebangkitan Komunis
Hanya saja, sebagai sebuah ideologi ajaran komunisme tidak akan mati. Ini adalah sunnatullah. Bahaya laten komunisme tetap harus diwaspadai meskipun tidak harus berbentuk partai. Tan Malaka, Muso, DN Aidit, dan tokoh lain memang sudah meninggal. Tetapi, peran mereka akan digantikan oleh para pengganti dari generasi berikutnya. Tidak menutup kemungkinan akan muncul Tan Malaka, Muso atau DN Aidit lain dengan nama dan raga yang berbeda. Yang harus diwaspadai adalah ajaran dan pemikiran mereka.
Perlu ditegaskan bahwa sebagai sebuah ideologi atau paham, komunis tidak akan mati. Bahkan, sewaktu-waktu ia bisa bangkit kembali. Kebangkitan tersebut tidak harus berbentuk partai atau kelompok. Bisa jadi, paham komunis saat ini dikemas dengan berbagai kemasan dan bingkai, seperti organisasi sosial kemanusiaan. Tujuannya untuk mengelabui masyarakat. Kelak pada waktu yang tepat, kekuatan komunisme akan bangkit. Ia bagaikan bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Kebangkitan komunis di Indonesia terlihat dari adanya beberapa indikasi kuat. Indikasi tersebut sebenarnya sudah lama terjadi. Namun, semakin hari indikasi itu semakin jelas arahnya. Dimulai dari upaya pencabutan Tap MPRS yang berisi pelarangan terhadap ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme hingga perjuangan untuk menjadikan tokoh komunis sebagai pahlawan nasional. Usaha tersebut sebagian sudah membuahkan hasil. Sebuah ironi memang, ternyata ada tokoh komunis yang diangkat sebagai pahlawan nasional. Tentu hal yang tidak disangka-sangka.
Dalam sejarah, dua tokoh komunis dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Keduanya adalah Alimin dan Tan Malaka. Alimin bernama lengkap Alimin bin Prawirodirjo dianugerahi sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No. 163 tahun 1964 tertanggal 26 Juni 1964. Ia bersama Semaoen dan Darsono mendirikan Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). PKH kemudian berganti nama Partai Komunis Indonesia (PKI). Alimin dipilih sebagai salah satu pemimpinnya. Usaha tersebut pun berlanjut hingga hari ini. Muncul pihak yang menyuarakan agar DN Aidit juga diangkat sebagai pahlawan nasional.
Indikasi kuat lainnya adalah upaya pemutarbalikan fakta sejarah. PKI digambarkan sebagai pihak yang menjadi korban pemerintah saat itu. Kendaraan berplat HAM dijadikan sebagai tunggangan. Untuk memuluskan usaha tersebut berbagai upaya digelar. Beberapa film dibuat sebagai alat pembentuk opini masyarakat.
Secara ringkas, indikasi lain kebangkitan komunisme di Indonesia antara lain:
- Adanya pengadilan rakyat di Denhag yang menuntut keadilan bagi keluarga korban PKI. Kemudian hal tersebut diiringi dengan pembentukan Yayasan IPT (International People’s Tribunal) 1965.
- Tuntutan kepada pemerintah agar meminta maaf kepada keluarga PKI. Tuntutan tersebut juga diserukan oleh gerakan-gerakan mahasiswa yang memiliki jaringan di seluruh Indonesia.
- Seminar gerakan komunisme terselubung di Banyuwangi bulan Juni 2010. Seminar tersebut mengatasnamakan kegiatan sosial. Namun, kegiatan tersebut dibubarkan karena memang tidak berizin.
- Peluncuran buku berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI”. Buku tersebut mengundang kontroversi karena judulnya mengagung-agungkan PKI. Penulis buku ini juga menegaskan bahwa ada sekitar 20 juta anak PKI pada tahun 1999 yang berpartisipasi dalam pemilu dan mendukung salah satu parpol.
- Mulai maraknya simbol palu arit. Di antaranya pada sebuah acara memperingati HUT kemerdekaan Indonesia di Madura. Simbol ini juga kembali mencuat pada acara HUT salah satu parpol di Indonesia.
- Kunjungan pimpinan partai komunis Tiongkok ke salah satu parpol di Indonesia. Tujuannya untuk menjalin hubungan diplomatik dan kerja sama antara dua partai tersebut.
- Beberapa tokoh yang diindikasi terlibat gerakan komunisme masuk ke lembaga legislatif negara.
Membentengi diri dari komunis
Sudah saatnya kita mempertebal keimanan kepada Allah. Kembali saatnya memperdalam ilmu agama kita. Jangan sampai kita termakan kampanye palsu “kebersamaan”. Semoga Allah menjaga negeri ini dari ancaman segala gerakan yang membahayakan. Wallahul musta’an wa ilaihi musytakaa.
[Ustadz Abu Abdillah Majdi]
Leave a Reply