Kurang bijaksana apabila selalu meyalahkan anak dalam kegagalan pendidikan, tanpa mengkaji ulang konsep dan metode pendidikannya. Bisa jadi tajamnya penurunan semangat belajar anak disebabkan kesalahan dalam mendidik. Bahkan sangat mungkin. Seperti itu fakta berbicara! Anak yang kecilnya dahulu semangat, rajin belajar dan menghafal, kuat dalam beribadah, taat kepada orang tuanya, setelah menginjak usia baligh tiba-tiba berubah 180 derajat. Sebabnya bukan hanya dari faktor si anak saja. Sehingga harus ada upaya pendalaman dari semua sisinya. Termasuk cara pembelajaran.
Berbicara tentang kesuksesan dalam mendidik, tidak akan lepas dari sosok figur yang sempurna. Membentuk peradapan terbaik sepanjang sejarah manusia hanya dalam tempo relatif singkat. Hanya sekitar 23 tahun. Berhasil merubah tatanan kehidupan dari kemerosotan ke dalam jurang yang paling dalam, menjadi umat yang gemilang maju terdepan. Beliaulah Nabi Muhammad, semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau.
Maka kita akan mengambil keteladanan beliau dalam mendidik. Karena memang beliau adalah suri tauladan dalam seluruh sisi peri kehidupan beliau. Lambaran-lembaran kitab hadis telah mengabadikan kiat sukses beliau dalam pendidikan. Sebagai pendidik seluruh kalangan umat; pria, wanita, tua, muda, tidak terkecuali anak-anak pun mendapat perhatian besar dari beliau yang mulia. Sehingga mengembalikan konsep pendidikan kepada konsep beliau adalah solusi yang tepat dan cerdas. Dan yang pasti, berpahala, insya Allah.
Pada dasarnya, semua hadis Nabi mengajarkan kepada kita tentang metode pembelajaran beliau. Sangat panjang dan terlalu banyak faedah dalam untaian hadis beliau, terkhusus dalam masalah tarbiyah. Berikut ini cuplikan konsep pendidikan Nabi. Kita sebut cuplikan karena terlalu sedikit dan dangkal. Sekadar uraian ringkas yang semoga berfaedah.
Yang pertama adalah hikmah. Hikmah adalah menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Inilah inti dari semua konsep dakwah atau pendidikan beliau. Artinya semua perincian poin metode dakwah beliau kembali kepada hikmah. Materinya tepat sesuai dengan keadaan yang dididik, caranya tepat, waktu dan tempatnya pun tepat. Selalu tepat kapan harus marah, dan kapan bersikap lunak. Coba renungi kisah Mu’awiyah bin Hakam As Sulami dalam riwayat Muslim berikut! Beliau saat itu baru masuk Islam, sehingga belum paham larangan-larangan dalam salat. Ketika salat bersama Rasulullah, beliau berbicara. Maka para sahabat menegurnya dengan isyarat. Namun justru beliau tambah banyak berbicara. Maka setelah selesai salat, Rasulullah menasihati beliau dengan lembut. Sehingga sangat terkesan pada diri beliau pengajaran Rasulullah ` tersebut. Beliau mengatakan, “Ayah dan ibuku sebagai tebusannya! Belum pernah aku melihat pengajar yang lebih baik dari Rasulullah, sebelum dan sesudahnya. Demi Allah, beliau tidak membentakku, tidak pula memukulku, tidak mencelaku….” Sampai akhir hadis. Bandingkan ketika beliau, Rasulullah harus marah kepada Muadz bin Jabal, seorang sahabat yang telah lama masuk Islam, dan telah kokoh keimanannya. Dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim tentang Muadz bin Jabal yang menjadi imam salat bagi kaumnya. Beliau membaca surat Al Baqarah, sementara ada seorang yang punya kesibukan sehingga keluar dari jamaah dan salat sendiri. Maka Muadz mengecapnya sebagai munafik. Tidak terima, orang itu mengadukan Muadz kepada Rasulullah. Rasulullah pun marah kepada Muadz, dan bersabda yang artinya, “Apakah engkau tukang pembuat fitnah wahai Muadz?!” Kemudian Rasulullah memerintahkan Muadz untuk membaca Asy Syams atau Al A’la ketika mengimami mereka. Tidak marah, atau harus marah, itu semua untuk pencapaian mashlahat yang sempurna.
Poin kedua adalah lemah lembut. Lemah lembut dalam mendidik adalah prinsip tarbiyah beliau `. Dengan metode ini anak didik akan merasa nyaman belajar. Sehingga memungkinkan untuk bisa menyerap materi dengan baik. Anas bin Malik pernah menyampaikan pengalaman manisnya bersama Rasulullah. Beliau mengatakan, “Aku melayani Raulullah selama 10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengatakan kepadaku ‘Ah’ sama sekali. Tidak pula mengatakan, “Kenapa melakukan ini?” atau “Kenapa tidak malakukan itu?”. [H.R. Al Bukhari dan Muslim].
Santun dan dermawan. Budi pekerti yang luhur, jiwa pemurah dan senang berbagi akan menarik simpati anak didik. Mereka akan mencintai tipe guru seperti ini. Saat seperti itu, penyampaian materi akan sangat mudah diterima. Sahabat Anas bin Malik z kembali mengisahkan sebuah sikap mengagumkan dari pribadi Rasulullah `. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, Anas z mengatakan, “Aku pernah berjalan mengiringi Rasulullah `. Ketika itu beliau mengenakan sebuah selendang jenis Najraniy (berasal dari daerah antara Hijaz dan Yaman), kasar dan kaku. Tiba-tiba seorang arab gunung menemui beliau, ia menarik selendang beliau dengan keras, sampai membekas di leher beliau `. Kemudian ia mengatakan, ‘Wahai Muhammad, berikan kepadaku harta Allah yang ada padamu!’ Rasulullah ` pun menoleh kepadanya kemudian tersenyum. Lalu memerintahkan untuk memberinya sesuatu.” Masya Allah! Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau.
Penuh perhatian dan kasih sayang. Seorang anak akan merasa terayomi, teduh, aman, dan mendapat perlindungan. Sehingga jiwa anak didik akan condong kepadanya. Selalu ingin bersama dan mendapatkan perhatian tersebut. Hal ini tercermin dari sapaan beliau kepada Abu Umair. Anas bin Malik mengatakan, “Sungguh Nabi pun bergaul bersama kami, sampai beliau menyapa saudaraku yang masih kecil, ‘Wahai Abu Umair, kenapa si Nugair (burung kecilmu)?’” [H.R. Al Bukhari dan Muslim]. Kedekatan dan kehangatan hubungan dengan anak didik akan mengikat emosional anak dengan sang guru.
Di antara konsep pendidikan Rasulullah ` adalah tadarruj. Yaitu bertahap, sedikit demi sedikit, dimulai dari hal terpenting yang mendasar, kemudian baru perkara-perkara penting lainnya. Materi dan cara penyampaiannya disesuaikan dengan daya tangkap anak didik. Hadis Abdullah bin Abbas mengajarkan kepada kita tentang hal ini. Rasulullah ` bersabda kepada Abdullah bin Abbas, “Wahai anak, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; ‘Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah, engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Apabila engkau meminta, mintalah kepada-Nya. Andai engkau minta pertolongan, mohonlah kepada-Nya. Ketahuilah, seandainya seluruh umat manusia bersatu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, mereka tidak akan dapat melakukannya, kecuali sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Sendainya pula mereka bersatu padu untuk memadharatimu, mereka pun tidak akan sanggup, kecuali sesuatu yang telah Allah takdirkan menimpamu. Telah terangkat pena dan kering pula lembaran-lembaran (takdir).” [H.R. At Tirmidzi dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi]. Perhatikan! Rasulullah ` hanya mengajarkan beerapa kalimat kepada Sahabat muda ini. Dan inti dari pengajaran itu adalah pokok-pokok keimanan. Yaitu tauhid dan keimanan kepada takdir Allah. Mendahulukan pengajaran ilmu yang paling wajib untuk diketahui.
Poin selanjutnya adalah musyawarah dan taawun. Inilah Rasulullah, beliau yang terbimbing dengan wahyu, seorang yang terjaga dari dosa. Manusia yang paling cerdas, akalnya paling sempurna. Pertimbangannya selalu matang. Jeli dan hati-hati dalam bersikap, penuh ketelitian. Pandangannya jauh ke depan. Namun demikian, beliau bermusyawarah dan taawun dengan para sahabat. Tentang tawanan Badr, setelah peristiwa Uhud, perang khandaq, adalah sebagian contoh saja. Bahkan Allah l yang memerintahkan beliau untuk bermusyawarah. Dalam firman-Nya yang artinya:
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” [Q.S. Ali Imran:159]. Yaitu permasalahan duniawi. Juga dalam firman-Nya yang artinya:
“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.” [Q.S. Asy Syura:38]. Berarti, kita semua lebih membutuhkan untuk bermusyawarah. Karena kita tukang alpa, tempatnya salah dan lupa. Tentang taawun, Rasulullah berwasiat secara khusus kepada para dainya, pendidik umat. Imam Al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal dan Abu Musa ke Yaman untuk berdakwah, beliau berwasiat yang artinya, “Mudahkanlah urusan mereka, jangan mempersulit. Berikan kabar gembira, jangan membuat lari. Saling taatlah (bekerjasamalah) kalian dan jangan berselisih.” Amanah pendidikan bukanlah ringan. Maka dengan dipikul bersama, bahu membahu, saling memahami dan mengalah akan terasa ringan.
Ada waktu rehat. Dalam memberikan mengajaran yang bersifat nasihat mendalam, beliau tidak setiap waktu. Namun membuat waktu tenggang. Berbeda dengan menyampaikan ilmu secara umum, amar makruf nahi mungkar yang tidak kenal waktu dan tempat. Di jalan, di masjid, di pasar, dan di mana-mana, setiap saat. Adapun pelajaran khusus ada waktunya. Hal ini untuk menghindari kebosanan pada peserta didik. Abdullah bin Masud menyebutkan sebagaimana dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim, “Dahulu Rasulullah memilihkan hari untuk kami dalam memberikan nasihat, karena beliau ` khawatir kebosanan menimpa kami.”
Pembaca, membaca dan mengkaji hadis Nabi, akan kita dapatkan pelajaran yang sangat berharga dalam dunia pendidikan. Beliau ` memang sosok guru yang sempurna. Kadang beliau memberikan targhib (dorongan seperti pahala) dan tarhib (ancaman seperti neraka), dalam metode menarik, simpel, sistematis, dan tidak menjemukan. Yang paling menarik, beliau mengajarkan dengan lisan dan keadaan beliau sekaligus. Artinya keteladanan yang ideal. Beliau menjadi panutan dalam segala hal. Sabar dalam berdakwah, berjuang keras, pantang menyerah. Tidak lupa, taawakkal yang sempurna itu beliau iringi dengan doa kepada Allah. Memohon hidayah dan bimbingan untuk umat.
Dengan meneladani Rasulullah ` dalam pendidikan secara khusus, dan dalam segala hal secara umum, kasus kegagalan pendidikan akan semakin kecil. Semoga anak yang tumbuh dalam tarbiyah islamiyah ini, bagus keadaannya semenjak kecil sampai besarnya, bahkan hingga matinya. Amin.
Leave a Reply