Cinta adalah asal-usul dan pokok dari amal perbuatan, baik perbuatan yang dibenarkan disisi syariat maupun yang tidak. Demikian pula, pokok amalan agama Islam adalah dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi, segala keinginan yang menghalangi dan menandingi kesempurnaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah penghalang dari keimanan dan penyebab lemahnya iman. Jika penghalang cinta ini kuat sehingga menghalangi pokok kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti penghalang tersebut merupakan kekufuran atau kesyirikan yang besar.
Pada kasus ini terdapat contoh yang banyak,misalnya karena berlebihnya cinta seseorang kepada harta menyebabkannya mau meninggalkankan agamanya, masuk ke agama lain karena harta. Kita tidak bisa membayangkan seseorang yang cinta kepada Allah, Rasul, serta AgamaNya rela untuk meninggalkan itu semua karena sebab harta dunia. Kecintaan kepada harta dunia inilah yang merupakan penghalang yang menyebabkan seseorang kufur kepadaNya. Adapun, kalau penghalang tersebut belum sampai menghalangi pokok kecintaan kepada Allah, maka penghalang tersebut akan mencacat kesempurnaan cinta dan akan menyebabkan lemahnya cinta tersebut yang selanjutnya akan menyebabkan cacat dan lemahnya tauhid seseorang, semisal orang yang tahu bahwa Allah telah melarangnya untuk minum minuman keras, tetapi karena ia lebih mendahulukan hawa nafsunya dari kecintaan kepada Allah, menyeretnya untuk berbuat maksiat kepadaNYa, tentulah suatu kemaksiatan merupakan perkara yang mengurangi tauhid seseorang. Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah. mereka mencintainya seperti mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah”. [Q.S. Al-Baqarah:165].
Dalam ayat tersebut kita bisa melihat bahwa kecintaan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar keimanan masing-masing. Kesyirikan berupa mencintai selain Allah seperti kecintaannya kepada-Nya, menunjukkan lemahnya cinta kepada Allah karena mereka membagi cinta kepada selain-Nya.
Cinta memiliki konsekuensi. Baik atau buruknya konsekuensi tersebut tergantung jenis cintanya. Cinta yang terpuji adalah cinta yang akan membawa manfaat bagi pemiliknya di dunia dan akhirat. Cinta yang seperti inilah pokok dari kebahagiaan, sedangkan cinta yang tercela adalah cinta yang tidak dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat, bahkan bisa jadi akan mengakibatkan mudharat bagi pemiliknya dalam dua kehidupan ini. Perhatikanlah bagaimana Allah mencela para kekasih yang saling berkasih sayang di atas maksiat kepada Rabbnya, kebencian terhadap agama-Nya dan permusuhan kepada pemeluknya. AllahSubhanahu a ta’ala berfirman:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain kecuali mereka yang bertakwa”. [Q.S. Az-Zukhruf:67].
Sungguh dua orang yang saling mengasihi atas dasar ketakwaan tentu akan saling mengajak kepada amalan shalih serta saling memperingatkan dari larangan Allah, cinta yang tumbuh dari dasar ketakwaan inilah yang akan langgeng terjalin sampai di akhirat nanti.
Tabiat Cinta Manusia
Manusia diberi tabiat menyenangi dan mencintai sesuatu dari dunianya. Cinta terhadap anak, istri, harta benda, atau seperti cintanya seorang yang haus terhadap air minum, dan rasa sukanya orang yang mengantuk terhadap tidur, semua ini masuk dari cinta yang tabi’iyah (sesuai tabiat). Kecintaan yang seperti ini tidaklah tercela selama hal tersebut tidak memalingkannya dari mengingat Allah, lupa dari cinta kepada Allah dan dari ketaatan kepada-Nya. Oleh sebab, itu Allah berfirman dalam rangka mengingatkan manusia supaya tidak lalai dari itu semua,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi”. [Q.S. Al Munafiqun:9].
Akan tetapi, tatkala kecintaan yang bersifat tabiat ini kemudian menguasai seseorang sehingga mengalahkan cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan Agama-Nya, maka cinta ini menjadi cinta yang tercela, Allah berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Tetapi kalian lebih memilih kehidupan duniawi.(*). Sedang kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal”. [Q.S. Al-A’la 16-17].
Allahu a’lam. ( Ustadz Hammam ).
Referensi: Ad-Da` Wad Dawa’, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah.
Leave a Reply