Anak belum bisa menalar teori serta sesuatu yang abstrak. Maka, bukan hal yang mudah untuk menanamkan ajaran melalui penjelasan teoritis. Cerita adalah salah satu dari sekian metode yang bisa ditempuh untuk mengajari anak. Namun perlu diketahui, metode ini pun seharusnya dituntun di bawah naungan syariat. Simak bahasannya.
Setiap petani tentu mengharapkan tanamannya tumbuh sempurna. Tanpa ada gulma yang mengganggu agar bisa memberikan hasil panen yang maksimal. Oleh sebab itu mereka rela bekerja keras, di bawah terik matahari dan berkubang lumpur. Mereka rajin membersihkan tanaman dan menghalau binatang pengganggu. Memupuk dan mengontrol ketersediaan air. Memang ini adalah proses yang panjang dan melelahkan. Tetapi, harapan ke depan adalah hasil yang berlipat.
Dalam pepatah disebutkan ‘siapa menanam, ia yang akan menuai’, hasil yang dinantikan tentu sesuai dengan usaha dan jerih payahnya. Setelah kehendak Allah tentunya.
Anak adalah hasil usaha orang tua. Sebagaimana yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan dalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, beliau bersabda, “anak itu adalah hasil usaha seseorang.” [H.R. Abu Dawud dalam sunan beliau dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih sunan Abu Dawud]. Seseorang akan memanen dengan hasil yang berlipat bahkan pahala mengalir tanpa batas setelah matinya, ketika merencanakan dan mengusahakan pertumbuhannya dengan sebaik-baiknya dan dengan selalu memohon kemudahan kepada Allah.
Di sisi lain anak adalah orang yang paling berhak untuk mendapatkan perlakuan yang terbaik. Karena, anak adalah amanah yang Allah titipkan untuk dididik lahiriah dan batiniahnya. Sehingga setiap upaya untuk mewujudkannya adalah termasuk kewajiban yang paling afdhal untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Mendongeng kepada anak, sebagaimana yang sudah sangat jamak dalam masyarakat, merupakan sarana yang tepat untuk menyisipkan pelajaran kepada anak. Apalagi anak cenderung menyukainya. Anak merasa mendapat perhatian dan perlakuan spesial. Tetapi sayang, sedikit orang tua yang perhatian terhadap masalah ini. Kebanyakan mereka asal mendongeng sekedar sebagai pengantar tidur. Tidak jarang cerita fiksi penuh khurafat dan takhayul disampaikan kepada anak. Mereka tidak mau tahu terhadap akibat yang sangat mungkin timbul dari penyimpangan keagamaan pada anak.
Banyaknya disebutkan kisah dalam Al Quran menjadi bukti kuat tentang efektivitas dongeng dalam proses pendidikan. Bahkan Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” [Q.S. Yusuf:111].
Dongeng yang berkualitas adalah yang mengandung bimbingan dan rahmat yang menyejukkan hati pendengarnya sebagaimana Al Quran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun, dalam banyak kesempatan beliau memberikan pelajaran dengan metode ini, menyebutkan kisah-kisah yang sarat dengan hikmah, mengandung nilai-nilai akidah, akhlak dan yang lainnya.
Orang tua yang bijak tidak hanya bisa memilih cerita yang menarik bagi anaknya tetapi sekaligus yang benar dan penuh hikmah. Cerita-cerita dalam Al Quran dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pilihan yang paling tepat bagi orang tua. Tentunya setelah dikemas dengan bahasa yang mudah dicerna oleh anak dengan penyebutan pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Di antara cerita yang baik adalah cerita bagaimana para sahabat mencari, mempertahankan, dan memperjuangkan islam. Sejarah indah mereka akan menumbuhkan kecintaan anak terhadap agamanya. Demikian pula kisah teladan para ulama terdahulu, bagaimana semangat dan kesabaran mereka menuntut ilmu, bagaimana akhlak mereka, dan yang lainnya. Ini semua akan mencukupi kita dari dongeng-dongeng yang ada di sekitar kita.
Sekali lagi, orang tua harus ingat bahwa, cerita bukan sekedar cerita. Tetapi akan membentuk daya imajinasi anak, akhlak, kepribadian, serta agama mereka.
Kita semua tentu ingin anak-anak kita menjadi ladang pahala yang selalu bisa kita panen bukan hanya di saat kita hidup di dunia saja, tetapi setelah kita mati kelak. Oleh sebab itu dari sejak dini kita tanamkan pendidikan yang baik bagi mereka di antaranya dengan cerita penuh hikmah. Allahu a’lam. [Ustadz Farhan].
Leave a Reply