Siapa juga yang tidak marah dan emosi kalau dibilang orang, “Dasar nggak punya akal!.” Apalagi kalau dikata orang lain, “Kamu itu punya akal nggak sih! Memangnya akalmu itu ditaruh di dengkul ya??!.” Duh, rasanya jadi geram-geram bercampur gemas. Kalimat-kalimat tadi bisa dikategorikan sebagai penghinaan terbesar oleh sebagian kalangan.
Dalam bahasa keseharian kita, akal juga sering dipakai untuk hal-hal yang berbeda. Orang yang dinilai mempunyai pikiran sehat disebut berakal budi. Tipu muslihat yang licik selalu dinamakan akal bulus. Seseorang yang melakukan tindakan pura-pura atau dibuat-buat dikatakan akal-akalan. Orang gila dipanggil apa? Hilang akal.
Akal termasuk bagian hidup terpenting pada manusia. Ketika akal berfungsi sebagaimana mestinya, ia akan tenang, nyaman dan tentram. Sebaliknya jika akal telah hilang, berkurang atau terganggu, ia tidak mungkin bisa menikmati kehidupan dunia. Parahnya lagi, kenikmatan akhiratnya akan terancam. Na’dzu billah min dzalik
Sedikit banyak, marilah kita berbincang-bincang tentang akal menurut Islam. Tentunya dengan dipondasikan berdasar Al Qur’an, As Sunnah dan pemahaman Salafus Shalih. Semoga Allah mencurahkan taufik-Nya. Amin
Indahnya Kebun Kita, Bagi Yang Berakal
Loh, berbicara akal kenapa bisa bertaut ke kebun? Tidak perlu terburu-buru untuk menyimpulkan. Dibaca dan diresapi kemudian tunggu sesaat lalu silakan disimpulkan. Marilah pembaca Tashfiyah, kita bertamasya ke kebun buah untuk mencari-cari hadiah berharga. Barangkali kita bisa menemukan “akal” di sana, mudah-mudahan saja.
Kebun buah. Tentu pembaca Tashfiyah pernah berkunjung ke kebun buah. Mungkin kebun buah yang berada di pekarangan belakang rumah, kebun buah di pinggiran kampung atau kebun buah yang didesain khusus untuk destinasi wisata buah.
Ada satu hal yang telah dimaklumi bersama namun sering terlewatkan oleh kita untuk direnungkan. Buah-buahan yang berbeda rasa, warna dan ukuran walau berasal dari satu pohon. Berbeda pohon pun demikian. Padahal lokasinya sama, berdekatan dan tidak berjauhan. Mendapatkan pengairan, pupuk dan perawatan yang sama. Apakah hal itu terjadi alami begitu saja???
Fakta di atas disebutkan Allah di dalam Al Qur’an! Walau sepohon, beberapa buah anggur pasti berbeda rasa, ukuran, warna bahkan tingkat kelezatannya. Pelajaran apa yang semestinya diambil oleh manusia? Akal yang diberikan Allah untuk mereka harusnya bisa menemukan dan menjawab. Namun kenapa?Allah berfirman di dalam surat Ar Ra’du ayat 4 yang artinya, “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan ,dan kebun-kebun anggur ,tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang ,disirami dengan air yang sama .Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya .Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda) kebesaran Allah( bagi kaum yang berakal.” [Q.S. Ar Ra’du:4]
Iya ,seharusnya kita sadar bahwa fakta semacam ini adalah bukti wujud dan keberadaan Sang Maha Pengatur !Dialah Allah subhanahu wata’ala. Lalu kenapa mereka tidak beriman kepada Allah? Mengapa mereka tidak menyadari dirinya sebagai hamba Allah? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal!!!
Iya, bagi kaum yang berakal! Akal yang semestinya mengarahkan mereka untuk hal-hal yang bermanfaat. Akal yang membimbing untuk meraih petunjuk. Akal yang digunakan untuk memahami wasiat, perintah dan larangan Allah. Adapun kaum yang berpaling, yang tidak menggunakan akal fitrahnya, mereka justru terjebak di dalam kegelapan. Mereka penuh keraguan dalam sesatnya dan tidak menempuh jalan petunjuk (Tafsir As Sa’di, halaman 388).
Tak Berakal Berujung Sesal
Akal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya akan berujung sesal. Hal ini akan terjadi pada orang-orang yang dilemparkan ke dalam api neraka menyala-nyala. Dalam siksaan yang pedih dan dahsyat, malaikat-malaikat akan bertanya kepada mereka. Bukankah para rasul telah diutus untuk mereka? Bukankah peringatan dari Allah telah disampaikan untuk mereka?
Pertanyaan dari malaikat bukannya sekadar tanya jawab basa-basi. Malaikat pun mengetahui bahwa para Rasul telah diutus dan peringatan dari Allah telah sampai kepada mereka. Namun untuk apa mereka bertanya? Agar menambah sesal penduduk neraka. Supaya mereka semakin bertambah sedih dan merana.
Apa yang diucapkan oleh penduduk neraka? Atas sesal apa mereka meratap? Akal yang tidak dipakai dan pendengaran yang tidak dimanfaatkan. Allah berfirman, menerangkan ratap sesal mereka yang artinya, “Sekiranya kami mendengarkan atau menggunakan akal niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” [Q.S .Al Mulk:10]
Al Hafizh Ibnu Katsir menjelaskan ucapan mereka, “Andai dahulu kami punya akal yang bermanfaat, andai kami mau mendengar kebenaran yang diturunkan Allah, pasti kami tidak akan kufur kepada Allah atau tertipu. Akan tetapi, kami tidak mempunyai pemahaman untuk tunduk pada ajaran-ajaran Rasul. Akan tetapi, kami tidak memiliki akal yang mengarahkan untuk mengikuti para Rasul”
Saat itulah, saat sesal tidak berguna, mereka mengakui dosa dan kesalahan. Di tengah api yang berkobar menyala-nyala mereka menyesal. Allah berfirman tentang mereka, “Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” [Q.S. Al Mulk:11]
Jagalah Akal!
Pernah melihat seseorang yang sedang mabuk karena pengaruh minuman keras? Saya pernah menyaksikannya. Dalam perjalanan pulang dari luar kota, kami hampir sampai di rumah menjelang shubuh. Dari arah berlawanan, seorang pengendara motor terlihat oleng dan tidak mampu mengendalikan laju motornya. Hampir saja ia menabrak mobil yang kami tumpangi.
Ingin marah malah kami tertawa. Lucu, geli dan menggemaskan. Ternyata pengendara motor tersebut sedang mabuk, tidak sadarkan diri. Dalam hati sempat terlintas, ”Kasihan sekali. Orang-orang mabuk semacam mereka ingin mencari ketenangan dengan minuman keras, namun tidak memperolehnya.”
Akal merupakan anugrah, maka harus dijaga. Tanpa akal, seperti yang dialami orang yang sedang mabuk, ia tidak sadar dengan apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Tindakan-tindakan bodoh, melanggar hukum, merusak aturan bahkan kekufuran mungkin sekali dilakukan olehnya.
Oleh sebab itu, demi menjaga fungsi akal, Islam mengharamkan minuman keras. Akal yang tidak berfungsi akan menjerumuskan pemiliknya ke dalam dosa-dosa. Seseorang yang terpengaruh oleh minuman keras pun demikian. Karenanya Allah melarang melalui firman-Nya, “Hai orang–orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” [Q.S. Al Maidah:90]
As Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan, “Sebab ,minuman keras bisa menutup akal dan menghilangkan kesadaran. Hal ini akan memancing permusuhan antara dia dan saudara-saudaranya sesama kaum mukminin .Lebih-lebih lagi jika dibarengi dengan caci maki –sebagai konsekuensi pasti dari seorang pemabuk-, bisa jadi berujung dengan pembunuhan”.
Apakah alasan semacam ini hanya berlaku pada minuman keras ?Tidak !Segala makanan atau minuman yang dikonsumsi dan dampaknya seperti dampak yang ditimbulkan oleh minuman keras ,maka terlarang di dalam Islam .Narkotika ,pil-pil nge-fly, putaw atau semisalnya pun diharamkan. Kenapa demikian? Untuk menjaga akal agar tetap berfungsi sebagaimana harusnya.
Akal Hilang? Na’udzu billah
Pernah terjadi di masa kekhilafahan Umar bin Al Khaththab. Seorang wanita terjatuh dalam perbuatan zina. Masalahnya, setelah diperiksa, ternyata wanita itu gila. Umar bin Al Khaththab lalu bermusyawarah bersama tokoh-tokoh sahabat untuk mengambil keputusan. Hasilnya? Umar memutuskan agar wanita tersebut dihukum rajam.
Kemudian sejumlah sahabat ditunjuk untuk melaksanakan eksekusi rajam. Sesaat sebelum pelaksanaan, sahabat Ali bin Abi Thalib datang.
“Akan diapakan perempuan ini?”, tanya Ali.
Mereka menjawab, “Wanita gila dari Bani Fulan ini telah berzina. Umar memerintahkan agar dirajam.”
“Sudah. Bawa pulang kembali wanita ini!” perintah Ali bin Abi Thalib.
Setelah itu Ali segera datang menemui Umar untuk menjelaskan duduk perkaranya. Secepatnya disampaikan agar menghindari salah paham antara Umar dengan orang-orang yang telah ditunjuk sebagai eksekutor.
“Apakah Anda belum mengetahui, wahai Amirul Mukminin? Bahwa Pena terangkat dari tiga jenis orang? Orang gila sampai sembuh, orang tidur sampai tersadar dan anak kecil sampai ia akil baligh.” demikian Ali bertanya kepada Umar.
Umar bin Khaththab langsung mengiyakan kata-kata Ali bin Abi Thalib. Setelah itu Umar memutuskan agar wanita gila tersebut dilepaskan dan dikembalikan kepada keluarganya. Tak lupa Umar berucap takbir tanda bahagia dengan masukan Ali bin Abi Thalib.
Pembaca Tashfiyah, hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan (4399). Hadits di atas dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Muqbil.
Orang gila memang terbebas dari beban syari’at. Perbuatan dosa dan salah macam apapun tidak akan dikenakan hukuman atasnya. Ia tidak terikat dengan perintah dan larangan Allah. Hanya saja, orang gila pun tidak akan bisa menikmati kehidupan dunia yang dibuat indah dan menyenangkan oleh Allah.
Orang gila memperoleh perlakuan khusus di dalam Islam. Di dalam buku-buku fikih, setiap pembahasan fikih tidak akan melewatkan kasus orang gila begitu saja. Ada hukum-hukum khusus yang berlaku untuknya. Tentu hukum-hukum tersebut sangat jauh berbeda dengan hukum Islam pada umumnya.
Akan tetapi, ada sebuah kesimpulan yang harus ditegaskan oleh kita. Akal adalah anugrah indah yang Allah berikan dan titipkan di dalam diri manusia. Tanpa akal, seakan kita tidak hidup di alam dunia. Tanpa akal, seseorang berada di alamnya sendiri. Sungguh mengerikan!
Orang gila selalu dianggap dan dinilai rendah. Ia tidak mempunyai harga dalam pandangan kebanyakan orang. Pantas saja bila orang-orang kafir yang menentang dakwah Islam sering menyebut Nabi dan Rasul sebagai orang gila. Apakah sebutan itu hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad? Tidak. Cobalah membaca firman Allah berikut ini:
“Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, ‘Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.” [Q.S. Adz Dzariyat:52]
Oleh sebab itu, di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah berdoa agar diberi perlindungan dari penyakit gila. Mudah-mudahan kita semua terhindar dari penyakit-penyakit semacam itu. Semoga akal yang dikaruniakan oleh-Nya dapat menjadi jembatan meraih ridha-Nya. Amin.
[Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar bin Rifai]
Leave a Reply